Musium Rekor Dunia Indonesia (MURI) bersama Guinness Book of World Record pada September 2006 menobatkan Benteng Wolio sebagai bangunan pertahanan terluas di dunia. Sebelumnya Benteng Wolio masuk sebagai warisan budaya benda nasional pada 4 Maret 2003
TERASWISATA-Sejarah kemegahan Kesultanan Buton masih bisa dinikmati sampai saat ini, yakni benteng Wolio. Dilansir dari Indonesia.go.id, diketahui benteng ini didirikan tahun 1610 oleh Sultan Buton ke-4 yaitu Dhayanu Iksanuddin atau nama aslinya La Elangi dengan gelar Mobolina Pauna. Konon Benteng Keraton Buton atau dikenal juga sebagai Benteng Wolio ini merupakan benteng terluas di dunia.
Luas Benteng mencapai 23,375 hektare (ha) dengan panjang keliling tembok benteng mencapai 2.740 meter. Sebagai pembanding, luas Candi Borobudur di Magelang,Jawa Tengah,adalah 15,129 ha.
Musium Rekor Dunia Indonesia (MURI) bersama Guinness Book of World Record pada September 2006 menobatkan Benteng Wolio sebagai bangunan pertahanan terluas di dunia. Sebelumnya Benteng Wolio masuk sebagai warisan budaya benda nasional pada 4 Maret 2003.
Terletak di puncak bukit setinggi 100 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan lereng yang cukup terjal menjadikan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya.
Di dalam kawasan benteng dapat dijumpai berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Buton. Dulunya benteng ini dibangun sebagai pusat pertahanan dan peradaban masyarakat Buton saat menghadapi penjajah Portugis, selain melindungi diri dari serangan bajak laut.
Benteng Wolio sendiri berasal dari kata welia yang artinya ‘membabat’. Pasalnga saat membangun benteng ini dilakukan pembabatan dan penebangan pohon-pohon besar di sekitar bukit.
Arsitekturnya juga unik, terbuat dari batu gunung dan karang yang direkatkan dengan putih telur memakai campuran pasir dan kapur. Tinggi dan tebal temboknya tidak sama, mengikuti kontur tanah atau lereng bukit.
Benteng Keraton Buton ini memiliki empat buah boka-boka atau pos pengintai (bastion) di empat penjuru, 12 buah lawa atau pintu gerbang, 16 benteng kecil (baluara), parit dan sistem persenjataan berupa badili atau meriam sepanjang buatan Portugis dan Belanda.
Sementara di dalam Benteng Keraton Buton terdapat Masigi Ogena atau Masjid Agung, istana sultan (kamali), makam-makam sultan, dan pejabat tinggi serta rumah adat malige.
Ada pula perkampungan penduduk dengan rumah-rumah tradisional yang masih ditempati hingga saat ini oleh sekitar 700 kepala keluarga (KK). Rumah-rumah penduduk ini terhubung langsung dengan lingkungan istana melalui lawa.
Terdapat pula Sulana Tombi, yaitu tiang bendera setinggi 21 meter yang dibangun pada tahun 1712 di masa Sultan Buton Sakiuddin Darul Alam. Tiang bendera terbuat dari kayu jati ini berada di halaman Masjid Agung dan digunakan untuk mengibarkan longa-longa, bendera milik kesultanan berbentuk segitiga.
Di halaman masjid juga terdapat jangkar raksasa yang diambil dari kapal dagang VOC yang karam di perairan Buton pada 1592. Menurut Anggota Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN) Susanto Zuhdi, Benteng Keraton Buton adalah cagar budaya yang sangat langka jika dilihat dari jenis dan keunikan rancangannya karena jumlahnya sangat sedikit di seluruh Indonesia. Kesultanan Buton adalah pemilik dari benteng ini. (Dia)